Jumat, 01 Januari 2010

MENYIAPKAN MASA DEPAN ANAK

Hidup saya sejauh ini lancar-lancar saja. Saya tidak pernah melihat kedua orangtua seperti kerepotan atau banyak mikir tentang sekolah, pekerjaan dan masa depan anak-anaknya. Tapi kok beda dengan saya sekarang ya?

Melihat sekolah di kelompokkan (bahkan sekolah dasar negeri dibagi menjadi sekolah standar reguler, standar nasional, standar internasional). Universitas Negeri yang sudah berswasta-ria. Biaya masuk kuliah negeri yang bisa puluhan sampai ratusan juta. Saya jadi mikir, bagaimana nasib anak saya nanti?

Kantor saya cukup membekali saya dengan ilmu financial planning. Bahwa berapapun penghasilan, sebenarnya bukan masalah, asalkan ada kemauan untuk melakukan planning dan disiplin dalam menjalankannya.

Saya berusaha, agar pada saatnya nanti ada cukup biaya untuk sekolah yang dimimpikan oleh anak-anak :

Karena percaya telah menjaga kesehatan keluarga dengan baik, saya lebih memiliki asuransi unit link (lebih ke investasi) daripada asuransi jiwa yang based pada kematian atau penyakit, sehingga hasilnya nanti saya harap lebih optimal.

Saya berinvestasi pada property dengan ukuran kecil, karena kabarnya lebih likuid untuk dijual. Saya akan siap menjualnya pada saatnya anak masuk kuliah nanti.

Punya saham? Belum dululah... Minimal harus punya 50 juta untuk deposit di Broker. Tapi saya punya reksadana.

What else, untungnya saya tidak fashionable, sehingga tidak banyak uang terbuang untuk shopping fashion. Lumayan, jadi bisa menabung dan tidak grasa grusu gesek kartu kredit.

Tetap saja saya gak pede. Mendengar masuk kedokteran UI bisa 200 juta. Mendengar ada teman pegawai (level supervisor) terpaksa membuat surat miskin agar anaknya dapat keringanan untuk masuk Universitas Negeri (sempat bikin rame karena pihak Universitas melakukan konfirmasi ke kantor. Masa' kantor saya yang terkenal hebatnya, punya pegawai mengeluarkan surat miskin. Saya rasa ini bukan salah si pegawai, tapi dari dulu kita semua sudah terpatri bahwa masuk UN itu murah, jadi orangtua pede aja cuma mengandalkan otak sang anak).

Selama saya belum masuk kategori big boss, sepertinya gak akan saya bisa ngejar angka-angka fantastis biaya pendidikan. Jadi, masa depan anak saya, tergantung pada anak itu sendiri.

Kalau dia pintar, bisa dapat beasiswa. Karena saya bukan turunan jenius, sepertinya anak saya juga. Tapi dalam tubuh saya mengalir karakter bersemangat dan kerja keras. Yang penting tentukan goalnya, dan harus percaya bahwa hasil yang dicapai adalah buah dari semangat dan kerja keras.

So, kalau dia mau kerja kantoran dengan kedudukan lumayan (sehingga cukup lega untuk sedekah dan memberikan pendidikan yang baik untuk keluarga), dia harus berusaha meraih pendidikan formal yang baik. Anak-anak saya bukan jenius, tapi saya percaya mereka smart. Jadi carilah jalan untuk sukses di pendidikan formal dengan modal keuangan tidak seberapa dari orangtuanya.

Kalau pendidikan formal yang baik sulit dicapai, saya tidak mau anak-anak saya jadi pengangguran. Saya sudah lebih dari separuh menjalani hidup (rata-rata umur orang Indonesia hanya 60 tahun 'kan?). Minimal yang bisa saya sumbangkan pada bumi yang akan segera saya tinggalkan ini adalah saya tidak menurunkan para benalu.

Jadi, mulai sekarang saya tunjukan dunia lain kepada anak-anak. Ada dunia lain selain berangkat pagi pulang malam yang selama ini dilakoni kedua orangtua mereka : dunia usaha.

Orangtuanya ini tidak punya keturunan pedagang, kami selalu sukses bekerja pada pihak lain. Sehingga untuk menunjukkan dunia lain (yang kami sendiri belum pernah terjun didalamnya) ini, jangan diketawai ya, Nak. kalau banyak errornya. Yang jelas, tidak sedikitpun mengambil hak dari kantor saat ini. Tujuannya agar semua tindakan tetap berkah, karena tidak ada yang dirugikan.

Kelak, anak-anak silahkan memilih. Dengan selalu melihat, mendengar dan ikut terjun membantu, mereka tidak akan canggung untuk masuk kemanapun.












1 komentar:

  1. saya dulu pernah juga menghitung biaya sekolah anak dengan asumsi kenaikan biaya pendidikan 10-20% pertahun. Kenaikan ini bisa 4-5 x inflasi, so grand total untuk masuk universitas 16 tahun lagi kira-kira sudah menjadi 400-500-an juta.

    memang diperlukan kejelian melihat peluang.
    return terbaik tetaplah di bisnis yang dikelola dengan baik. investasi di surat, property, emas adalah alternatif untuk buffer.

    sedikit sharing tentang biaya sekolah anak
    http://annasahmad.wordpress.com/2009/08/11/sharing-goal-anggaran-belajar-anak/

    BalasHapus